...Dream and Action...

...dream and action...

Minggu, 01 Februari 2009

mw ngampuz...

kisah ini sebenarnya terjadi tahun 2007 tepatnya di hari jumat 27 April. Waktu itu saya sudah berada di atas sebuah pete-pete* 07 yang lagi antri menunggu penumpang. pete2 O7 merupakan pete2 jurusan Ujung Pettarani menuju kampus Unhas dan pagi itu sekitar jam delapan pagi sedang antri di Ujung.
Dari kejauhan saya melihat becak berpenumpang seorang cowok menuju ke tempat pt2 yang sedang saya tumpangi. Sesampainya di tempat pt2 antri, cowok itu turun dari becak lalu memberikan daeng becak uang sepuluh ribu rupiah. Daeng becak sepertinya membutuhkan uang kembalian, ia kebingungan. Lalu seperti yang saya amati, ia berinisiatif menanyakannya pada supir pt2 yang saya tumpangi yang sedang duduk menunggu di tempat kemudinya. Tapi supir itu juga tidak memiliki uang kecil pengganti uang sepuluh ribu. Daeng becak kemudian menanyakan pada supir lain yang sedang berkeliaran di sekitar daerah pangkalan pt2 07. Dua supir sudah ia tanyakan, namun tak juga ia mendapatkan uang kecil. Daeng becak sepertinya masih kebingungan, namun dari wajahnya sedari tadi memasang sebuah senyum, daeng becak yang aneh. sepertinya pagi itu ada sebuah harapan dan semangat yang ia pendam. Masih dengan senyum di wajah, daeng becak yang berpenampilan lumayan bersih dan rapih untuk ukuran seorang tukang becak (ia mengenakan topi caping, baju kaos berkerah motif garis-garis yang sudah pudar, dimasukkan ke dalam celana pendek jins berwarna putih yang juga sudah memudar plus ikat pinggang berwarna hitam, tapi terkesan jika pakaian itu ia rawat betul, ia juga memakai sepatu tapi tanpa kaos kaki) ia bertanya pada orang ketiga yang juga seorang supir. Akhirnya ia mendapatkan uang kecil pengganti uang sepuluh ribu, ia diberi dua lembar uang lima ribuan. Daeng becak kembali pada penumpangnya yang sedari tadi menunggu uang kembalian. satu lembar uang lima ribu ia ambil dan selembarnya lagi ia kembalikan pada penumpangnya beserta uang dua ribu rupiah, artinya si penumpang mengupah daeng sebesar tiga ribu rupiah. Masalah selesai, cowok itu kemudian naik ke pt2. Ia duduk di depan di samping pak supir. Namun belum semenit ia duduk, ia langsung turun dari pt2, ia seperti mencari-cari sesuatu, ia merogoh kantong celana dan dan meraba-raba jaket yang ia kenakan, ia melihat dan memperhatikan skali lagi tempat duduk yang ia tempati tadi sebelum menjauh dari pt2. saya yang sedari tadi duduk di bangku sebelah kiri dekat pintu yang memperhatikan kejadian di sekitar saya tanpa sengaja langsung tau apa yang yang terjadi pada cowok itu. Ia pasti kehilangan sesuatu dan tentu saja barang yang hilang itu tertinggal di becak. Di otak saya langsung terekam kembali kejadian sebelum Daeng becak itu pergi. sebelum meninggalkan penumpangnya, daeng becak menepuk pundak penumpangnya sambil tersenyum, tingkah yang aneh dari seorang tukang becak kepada penumpangnya. dalam hati saya langsung berkata "pantasan..tadi sebelum pergi tuh tukang becak glagatnya aneh..". cowok yang kebingungan tersebut sepertinya berniat menyusul becak yang ia tumpangi tadi, namun ia hanya dapat berdiri terpaku mengingat becak itu sudah pergi beberapa menit yang lalu. Di saat ia berdiri gak tau mo ngapain dan saya juga masih dengan pikiran kotor saya, tiba-tiba daeng becak muncul dari kejauhan beserta becaknya. Ia menggenjot becaknya seperti dikejar setan. kebayangkan..gimana dikejar hantu? klo saya pingsan kalee..hehehe...pokoknya tuh daeng bawa becaknya kencang..banget! Cowok itu tersenyum melihat kedatangan tukang becak yang ia upah tadi, tukang becak langsung mendatangi bekas penumpangnya, ia mengambil sesuatu dari jok becaknya dan memberikannya pada mantan penumpangnya. ternyata barang yang tertinggal di jok becaknya dan milik seorang penumpeng adalh sebuah henpon. saya yang tadi soudzon langsung beristigfar dalam hati berkali-kali "astagfirullah...astagfirullah...."tanpa terasa air mata tergenang di kantong mata. Pelajaran hari itu yang saya dapatkan sungguh membuatku tersadar, ternyata seseorang tidak bisa nilai dari luarnya saja, apalagi berdasarkan pangkat dan golangan, sama sekali tidak bisa menjamin kemuliaan seseorang. Tukang becak itu pastilah sangat menjunjung tinggi kejujuran dan pasti ia sangat bahagia dengan kehidupan dan keluarganya.